Novel Baswedan, “Penyidik Terbaik” yang dimiliki KPK saat ini.


Suasana menegangkan terjadi di Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi, saat belasan polisi menggeruduk kantor lembaga anti korupsi. Banyak pihak yang menyayangkan aksi pengepungan gedung KPK oleh sejumlah aparat Polda Metro Jaya dan Polda Bengkulu di Jalan HR Rasuna Said, Jakarta, Jumat malam, 5 Oktober 2012. Momentum ini menjadi penting karena kejadian pengepungan ini berkaitan dengan kelanjutan pemberantasan kasus korupsi skala besar di negeri ini.

Masyarakat tak boleh diam melihat kejadian ini, karena bila kriminalisasi terhadap KPK ini berlanjut, maka tipis harapan kasus korupsi kelas kakap di Indonesia bisa diungkap dan pelakunya diganjar hukuman. Drama penggerebekan oleh pihak kepolisian yang bisa disaksikan langsung dengan mata kepala tersebut mengincar satu sosok penting KPK yang menjadi kunci pengungkapan beberapa kasus korupsi yang kita ketahui belakangan ini.

Bayangkan, mereka datang untuk menangkap salah satu penyidik terbaik KPK, Komisaris Pol. Novel Baswedan. Banyak yang melihat penyerbuan itu dipenuhi kejanggalan. Novel berperan penting dalam mengungkap kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian Surat Izin Mengemudi Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri.

Novel juga dikenal sebagai penyidik kasus korupsi Wisma Atlet yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M. Nazaruddin. Metode penyidikan dengan sistem whistle-blower yang dikembangkan Novel mendapat protes dari para legislator di komisi hukum DPR. Novel pula yang pernah menghalangi para anggota DPR yang ingin menjenguk Nazaruddin di Rutan Mako Brimob, Depok, Jawa Barat.

Pernah ada upaya penekanan yang dilakukan oleh pihak Nazaruddin dengan mendesak pimpinan KPK mengganti Novel. Hasilnya, bukan Novel yang diganti. Malah atasan Novel, Brigjen Pol Yurod Saleh, yang dikembalikan pimpinan KPK ke Mabes Polri.

Pengungkapan barang bukti kasus Nazaruddin itu kini telah merembet ke kasus lain. Novel pula yang akhirnya menahan mantan anggota DPR Angelina Sondakh (Angie) dalam kasus suap soal penganggaran di Kemenpora dan Kemendikbud. Kasusnya berkembang ke dugaan suap penganggaran pengadaan kitab suci Al-Qur’an dengan tersangka legislator Partai Golkar, Zulkarnaen Djabar. Saat itu Novel juga turut menggeledah ruang Zulkarnaen.

Novel juga beberapa kali berperan aktif dalam operasi penggeledahan atau pun operasi tangkap tangan yang dilakukan KPK. Dia merupakan penyidik yang berperan aktif dalam penangkapan Bupati Buol Amran Batalipu, yang saat itu tertangkap tangan menerima uang Rp 3 miliar dari Yani Anshori, manajer PT Hardaya Inti Plantations, yang mana proses operasi itu diwarnai dengan penghadangan oleh puluhan pendukung Amran. Novel yang saat itu mengendarai motor untuk melakukan pengejaran, bahkan sempat akan ditabrak oleh rombongan Bupati Amran Batalipu. Beruntung dia bisa menghindar, sedangkan motornya ringsek.

Puncaknya adalah, Novel menjadi ketua satuan tugas penyidikan kasus simulator SIM Korlantas Mabes Polri. Novel salah seorang penyidik KPK yang dengan keras menghadang upaya penghentian penggeledahan KPK di markas Korlantas bulan Juli lalu. Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas, ketika ada petugas kepolisian dengan pangkat yang jauh lebih tinggi darinya yang sempat mempertanyakan izin KPK menggeledah. Ketika itu Novel menunjukkan surat perintah pengadilan yang dimiliki KPK untuk menggeledah markas Korlantas. Perdebatan pun terjadi. Ada informasi yang menyebutkan bahwa sejak itu nama Novel masuk dalam daftar incaran.

Pada Jumat tanggal 05 Oktober 2012, Novel adalah salah satu penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan langsung kepada Irjen Djoko Susilo, tersangka kasus Simulator SIM. Seorang perwira menengah berpangkat Kompol memeriksa jenderal aktif berbintang dua. Atas adegan inilah, hubungan KPK – Polri kembali retak.

Juru Bicara KPK Johan Budi SP mengakui, Novel adalah salah satu penyidik dengan kategori par excellence yang dimiliki KPK. Suatu saat Johan pernah mengungkapkan kepada sejumlah media, ingin mempublikasikan sosok Novel karena kemampuannya sebagai penyidik yang selalu diandalkan KPK dalam menuntaskan kasus korupsi skala besar. Novel kini tengah menghadapi ancaman penangkapan dari instansi asalnya. Dia dituduh terlibat kasus penganiayaan semasa bertugas sebagai polisi di Bengkulu delapan tahun lalu.

Sampai kini belum diketahui, mengapa kasus yang telah lama berlalu dan kabarnya telah selesai secara etik tersebut diangkat kembali untuk menjerat penyidik terbaik KPK ini. Yang jelas, Kompol Novel sampai saat ini adalah penyidik dengan kategori par excellence di KPK.

Belakangan Novel dituduh telah melakukan tindak pidana penganiayaan yang mengakibatkan kematian terhadap salah satu dari enam pencuri sarang burung walet. Tuduhan penganiayaan oleh Novel itu terjadi saat menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse dan Kriminal Kepolisian Resort Bengkulu, Sumatera Selatan, pada tahun 2004.

Alasan yang dipakai Kepolisian Polda Bengkulu terkait kasus Novel mengherankan dan menimbulkan banyak pertanyaan. Bayangkan, Kasus tersebut sudah terjadi delapan tahun lalu ketika Novel menjabat Kepala Satuan reserse Kriminal Polda Bengkulu, tetapi baru dipersoalkan saat ini. Kejanggalan itu semakin kuat karena upaya penangkapan terjadi ketika Novel tengah menangani kasus dugaan korupsi proyek simulator di Korps Lalu Lintas Polri.

Lalu bagaimana dengan kesimpulan sidang etik Polri delapan tahun silam yang menyatakan Novel bukan pelakunya? Dan sebagai bentuk pertanggungjawaban seorang atasan terhadap perbuatan anak buahnya, Novel hanya mendapat teguran keras. Apakah sidang etik itu rekayasa atau memang atas dasar fakta?

Tindakan Polri yang mengundang pertanyaan itu, seharusnya dapat menjelaskan kepada publik berbagai kejanggalan dalam kasus yang dituduhkan kepada anggota Polri, Kompol Novel Baswedan. Langkah itu untuk mengklarifikasi penilaian adanya upaya kriminalisasi terhadap KPK. Jika tidak dapat menjelaskan secara logis, maka jangan salahkan apabila publik beranggapan bahwa apa yang dilakukan oleh Polri adalah bentuk kriminalisasi terhadap anggota KPK, disamping juga merupakan bentuk balas dendam terhadap KPK.

Mengapa yang dibidik hanya Novel? Jawaban logisnya adalah, karena Novel merupakan penyidik KPK yang membongkar kasus Simulator SIM. Dia bahkan lebih tahu seluk-beluk kasus korupsi tersebut dibanding para pimpinan KPK, sehingga keadaan ini dianggap membahayakan pihak kepolisian. Polri khawatir kasus ini merembet ke kasus-kasus lain yang mungkin melibatkan sejumlah petinggi Polri lainnya.

Polri seharusnya tidak perlu takut apabila pada akhirnya kasus ini akan melebar ke mana-mana, termasuk jika ada pejabat tinggi polri lainnya yang disinyalir terlibat, demi terwujudnya cita-cita Indonesia bebas korupsi. (source: kabar net)

Iklan

Tinggalkan Balasan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s